Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus
Anak
berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda
dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental,
emosi atau fisik.
Yang
termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak
berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. Istilah lain bagi anak berkebutuhan
khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan
yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang
disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka.
BEBERAPA
ISTILAH DALAM PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS:
Impairment:
merupakan suatu keadaan atau kondisi di mana individu mengalami kehilangan atau
abnormalitas psikologis, fisiologis atau fungsi struktur anatomis secara umum
pada tingkat organ tubuh. Contoh seseorang yang mengalami amputasi satu
kakinya, maka dia mengalami kecacatan kaki.
Disability:
merupakan suatu keadaan di mana individu mengalami kekurangmampuan yang
dimungkinkan karena adanya keadaan impairment seperti kecacatan pada organ
tubuh. Contoh pada orang yang cacat kakinya, maka dia akan merasakan
berkurangnya fungsi kaki untuk melakukan mobilitas.
Handicaped:
merupakan ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau
disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada
individu. Contoh orang yang mengalami
amputasi kaki sehingga untuk aktivitas mobilitas atau berinteraksi dengan
lingkungannya dia memerlukan kursi roda.
At
Risk : anak yang meskipun tidak teridentifikasikan memilki kerusakan namun
berpeluang mengalami hambatan atau masalah tertentu. Contoh : seseorang yang
tidak memilki gangguan tapi dia mengalami kesulitan dalam belajar.
Adapun bentuk satuan pendidikan / lembaga
sesuai dengan kekhususannya di Indonesia dikenal SLB bagian A untuk tunanetra,
SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D
untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat
ganda.
SLB
A:
Tunanetra adalah individu yang memiliki
hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua
golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision.
Kebutaan
Total (Totally blind) : yaitu dimana indera penglihata seseorang benar-benar
sudah tidak dapat berfungsi lagi
Low
Vision : seseorang dikatakan Low vision apabila orang tersebut mengalami
kekurangan penglihatan.
Karena tunanetra memiliki keterbatasan
dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra
yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip
yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra
adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya
adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata.
SLB
B:
Tunarungu adalah individu yang memiliki
hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi
tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
1.
Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40 dB),
2.
Gangguan pendengaran ringan(41-55 dB),
3.
Gangguan pendengaran sedang(56-70 dB),
4.
Gangguan pendengaran berat(71-90 dB),
5.
Gangguan pendengaran ekstrem/tuli(di atas 91 dB).
Karena memiliki hambatan dalam pendengaran
individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa
disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa
isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk
isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah
sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan
bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung
kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
SLB
C:
Tunagrahita adalah individu yang memiliki
intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan
ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan.
klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ.
Retardasi
mental dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe :
1. Retardasi mental ringan ( IQ 55-70)
2. Retardasi mental moderat ( IQ 40-54 )
3. Retardasi mental berat ( IQ 25-39 )
4. Retardasi mental parah ( IQ < 25 )
Dalam Sekolah Luar Biasa khusunnya
SLB-C untuk tunagrahita anak-anak dengan retardasi mental dapat
digolongkan menjadi dua tipe :
1. Educabel
pada
kategori ini anak-anak yang bersekolah adalah yang mampu didik atau yang
disebut dengan anak-anak dengan retardasi mental ringan. Mereka dapat dididik
sampai dengan kelas 5 atau 6 sekolah dasar dan dapat dimasukkan pada sekolah
SLB-C.
2. Trainable
Kategori
Trainable atau mampu latih dapat diberikan pada anak-anak dengan retardasi
mental moderat, yang bisa dilatih merawat dirinya sendiri, pertahanan diri,
cara makan, minum, dan mandi, dan dapat juga dilatih untuk berkerja agar dapat
mencari nafkah sendiri nantinya. Sekolah Luar biasa untuk kategori ini adalah
SLB-C1.
Pembelajaran bagi individu tunagrahita
lebih di titik beratkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi.
SLB
D:
Tunadaksa adalah individu yang memiliki
gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang
yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy,
amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan
yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan
melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami
gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam
gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
Tujuan
umum pendidikan di SLB-D adalah untuk mengembangkan potensi siswa secara
optimal dan tujuan khususnya agar siswa dapat mandiri minimal dapat mengurus
dirinya sendiri, menjadi lebih baik. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut
di sekolah telah melaksanakan berbagai kegiatan seperti pembelajaran, latihan,
dan bimbingan baik pada siswa maupun pada orang tuanya.
SLB
E:
Tunalaras adalah individu yang mengalami
hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras
biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan
aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor
internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.
Di dalam pelaksanaan penyelenggaraannya
kita mengenal macam-macam bentuk penyelenggaraan pendidikan anak
tunalaras/sosial sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan
di sekolah reguler. Jika diantara murid di sekolah tersebut ada anak yang
menunjukan gejala kenakalan ringan segera para pembimbing memperbaiki mereka.
Mereka masih tinggal bersama-sama kawannya di kelas, hanya mereka mendapat
perhatian dan layanan khusus.
2. Kelas khusus apabila anak tunalaras perlu
belajar terpisah dari teman pada satu kelas. Kemudian gejala-gejala kelainan
baik emosinya maupun kelainan tingkah lakunya dipelajari. Diagnosa itu
diperlukan sebagai dasar penyembuhan. Kelas khusus itu ada pada tiap sekolah
dan masih merupakan bagian dari sekolah yang bersangkutan. Kelas khusus itu
dipegang oleh seorang pendidik yang berlatar belakang PLB dan atau Bimbingan
dan Penyuluhan atau oleh seorang guru yang cakap membimbing anak.
3. Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras tanpa
asrama Bagi Anak Tunalaras yang perlu dipisah belajarnya dengan kawan yang lain
karena kenakalannya cukup berat atau merugikan kawan sebayanya.
4. Sekolah dengan asrama. Bagi mereka yang
kenakalannya berat, sehingga harus terpisah dengan kawan maupun dengan
orangtuanya, maka mereka dikirim ke asrama. Hal ini juga dimaksudkan agar anak
secara kontinyu dapat terus dibimbing dan dibina. Adanya asrama adalah untuk
keperluan penyuluhan.
SLB
G:
Tunaganda adalah anak yang memiliki
kombinasi kelainan (baik dua jenis kelainan atau lebih) yang menyebabkan adanya
masalah pendidikan yang serius ,sehingga dia tidak hanya dapat diatas dengan
suatu program pendidikan khusus untuk satu kelainan saja, melaiankan harus
didekati dengan variasi program pendidikan sesuai kelainan yang dimiliki.
Klasifikasi
anak Tunaganda, pada dasarnya ada beberapa kombinasi kelaianan, di antaranya:
1.
Kelainan utamanya tunagrahita.
Gabungannya
dapat tunagrahita atau tunanetra. Gabungan dengan tunanetrainilah yang
dipandang paling berat cara menanganinya.
2.
Kelainan utamanya tunarungu.
Gabungannya
dapat tunagrahita atau tunanetra. Gabungan dengan tunanetra inilah yang
dipandang paling berat cara menanganinya.
3.
kelainan utamanya tunanetra.
Gabungannya
dapat berwujud tunalaras, tunarungu, dan kelainan yang
4.
Kelainanan utamanya tunadaksa.
Gabungannya
dapat berwujud tunagrahita, tunanetra, tunarungu, gayaemosi, dan kelainan lain.
5.
Kelainan utamanya tunalaras. Gabungannya dapat berwujud austisme dan
pendengaran.
6.
Kombinasi kelainan lain.
Pada masa lalu,tunaganda secara
rutin dipisahkan dari sekolah regular, bahkan sekolah Khusus. Demikian juga
program-program pendidikan bagi anak tunaganda semakin dikembangkan untuk anak
usia sedini mungkin. Setidak-tidaknya program pendidikan lebih diorientasikan
untuk meningkatkan kemandirian anak. Sementara itu dengan pengajaran seharusnya
mencakup, di antaranya: ekspresi pilihan, komunikasi, pengembangan keterampilan
fungsional, dan latihan keterampilan sosial sesuai dengan usianya, menyadari
akan kondisi obyektif anak anak tunaganda, maka pendekatan multidipliner adalah
penting. Oleh karena itu orang-orang yang sesuai dalam mengatasi anak
tunaganda, seperti terapis bicara dan bahasa, terapis bicara dan bahasa,terapi
fisik dan okupasional seharusnya bekerjasama dengan guru-guru kelas, guru-guru
khusus dan orangtua, karena perlajuan yang lebih cocok untuk mengatasi
anak-anak tunaganda berkenaan dengan masalah ketererampilan adalah memberikan
layanan yang terbaik daripada yang diberikan ditempat terapi yang terpisah.
Untuk dapat menjamin kemandirian menjamin kemandirian anak tunaganda dalam proses
pembelajaran perlu didukung dengan penataan kelas yang sesuai,alat bantu dalam
meningkatan keterampilan fungsionalnya. Integrasi dengan anak seusia merupakan
komponen lainnya yang penting. Menghadirkan sekolah regular dan berpartisipasi
dalam kegiatan yang sama dengan anak-anak normal adalah penting untuk
pengembangkan keterampilan sosial dan persahabatan,di samping dapat mendorong
adanya perubahan sikap yang lebih
positif.
0 komentar:
Posting Komentar